• Stand Up Comedy

    Kurang tahu kapan tepatnya demam stand up comedy mulai menjangkiti masyarakat Indonesia. Bisa dibilang aku memang kurang updet untuk masalah trend ini.
    Tiba-tiba saja dimana-mana banyak orang membicarakan stand up comedy.
    Tiba-tiba saja ada acara stand up comedy di tivi nasional maupun tivi kabel.
    Tiba-tiba juga banyak yang menjadikan kata #standupcomedy sebagai topik terlaris dalam akun dunia twitteriyah.
    Semua bagiku tiba-tiba.
    Aku tidak terlalu tertarik mengetahui asal muasal bentuk komedi tunggal dan monolog ini.
    Hanya saja, biar gak dibilang kuper, sesekali aku melihat acara stand up comedy di salah satu tivi nasional.
    Seperti malam ini...

    Hari rabu pukul 22.30 adalah jadwal stand up comedy di salah satu stasiun tivi nasional yang kini mulai jadi corong politiknya salah satu partai bentukan owner tivi ini *tidak perlu diperjelas kan?!*
    Diselingi nonton film action the mummy, fokusku agak buyar.
    Tapi begitu film the mummy bubar dengan happy ending, aku fokus menonton stand up comedy.
    Ada tiga comic *sebutan buat pelaku stand up comedy* yang tampil malam ini di hadapan audiens mahasiswa fakultas ekonomi sebuah universitas ternama di Jakarta *sebut saja UI*
    yaitu Efendi Ghozali, Sudjiwo Tedjo dan Krisna Purwana.
    Ketiga comic memilih topik yang berbeda. Tentu sesuai dengan bekgron pengetahuan dan keahlian sang comic.
    Efendi Ghozali menyindir tentang kepemilihan rektor di universitas tersebut. Dengan menyadur tagline sebuah iklan detergen yang belakangnya so so itu, Efendi mengatakan, "dalam pemilihan rektor ini dilarang ada yang pakai slogan "berani kotor itu baik" ". Well, politis sekali yah. Jadi inget kuliah -_-"
    Next, seniman Sudjiwo Tedjo yang semalam juga tampil dalam acara kumpulan lawyer, membawakan tema anti rokok. Menurutku penampilan Sudjiwo Tedjo kali ini tidak terlalu baik, beberapa kalimat dipaksa selesai atau tiba-tiba berganti topik pembicaraan. Mungkin ide dalam neuron otaknya berlompat lompat sangat cepat hingga dia berganti pembicaraan dengan cepat pula.
    Last, penampilan Krisna Purwana. Dimulai dengan dialek Bali yang kental, ternyata dia membuat gebrakan dengan cerita tentang Warteg dalam bahasa ngapak. Ahli berbagai bahasa lokal tampaknya. Namun, bukan masalah Warteg yang aku cermati. Tapi guyonan gombal didalam materi yang dibawakan.
    Ada dua guyonan yang sangat aku ingat. Bukan guyonan sih, lebih tepatnya gombalan. Begini,

    A : Ibu kamu kerja di RSKO *Rumah Sakit Ketergantungan Obat* ya?
    B: memangnya kenapa?
    A : kalau aku kerja di RSKK
    B: Apa itu RSKK?
    A: Rumah Sakit Ketergantungan Kamu
    serempak tawapun riuh rendah memenuhi tribun. Disela tawa itu, Pak Krisna mengatakan, "Ketergantungan yang paling baik itu hanya pada Allah." Lalu terdengar beberapa audiens bertepuk tangan.

    kedua,
    Ada seorang pak Haji yang hobbynya nonton acara kuliner. *Audiens sudah mulai tertawa ingat berita tentang presenter kuliner yang kena tegur karena menonjolkan bagian tertentu yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan kuliner yang dibawakan* Ternyata pak Haji tidak sudah melihat kulinernya, tapi memperhatikan bibir pembawa acaranya. *Audiens tertawa lagi, mungkin sudah pada berpikir maaf, jorok* Dan kemudian pak Krisna menutup guyun dengan jawaban telak. Bahwa pak haji memperhatikan bibir presenternya baca Basmalah gak waktu mau nyicip makanan! Telak! Audiens yang tadinya mungkin berpikir maaf, jorok, pasti langsung menelan ludah.

    Sesi pak Krisna ini sangat menarik! Beliau bisa memadupadankan acara stand up comedy dengan muatan dakwah.
    Haruskah dakwah demikian?
    Pertanyaan ini kemudian muncul seiring dengan kegelisahan yang sesiang-petang tadi menggelayuti pikiranku.
    Tentang dakwah. Dakwah kepada pelajar yang masih awam.
    Harusnya bagaimana sih?
    Sesuai kemauan mereka? Mereka maunya yang gimana? Ditanyain satu-satu ya maunya apa? Lalu kita bikin agenda dakwah yang sesuai dengan yang mereka mau? Bukankah kemauan itu gampang berubah? Bagaimana jika sebelum acaranya selesai dibuat *karena persiapan yang panjang dan rumit dengan keterbatasan SDM dan SDDuit* kemauan mereka sudah berubah? Basi lagi dong? Trus juga kemauan pelajar yang mana yang akan dituruti? Pelajar yang ini apa yang itu? Kan pelajar ada banyak, trus pasti setiap otak punya kemauan sendiri. Udah gitu kalau ternyata pelajarnya mau ini dan kita kasih ini tapi "ini" yang dimaksud tidak sama karena kita kadung "tuwa" dan tidak sama mindsetnya dengan mereka bagaimana?
     de el el de el el de el el

    Kembali ke track setelah galau tentang dakwah pelajar, sepertinya menarik mempraktekkan dakwah a la Pak Krisna Comic tadi.
    Selain singkat dan materinya menarik, gaya penyampaian yang santai dengan suasana yang egaliter menurutku mampu membuat audiens maksimal menyerap apa yang disampaikan. Meskipun syiar yang disampaikan hanya ringan, kayak yang Pak Krisna sampaikan tadi, hanya tentang bergantung pada Allah dan baca Basmalah sebelum makan, tapi aku yakin banyak yang kemudian merenungkan apa yang disampaikan Pak Krisna.
    Tampaknya tidak terlambat untuk para aktivis dakwah belajar bagaimana menjadi comic yang mampu menyampaikan syiar Islam dengan ringan dan menarik. Toh selama ini juga sudah terbiasa menyampaikan syiar Islam dalam forum forum kecil bernama mentoring.

    Yuk manfaatkan peluang yang datang tiba-tiba ini.
    Jika sejauh ini stand up comedy banyak dilakukan di cafe, kenapa kita tidak buat stand up comedy di mushola, masjid maupun forum keilmuwan lainnya. Yah sebenarnya sih selama ini pak ustadz itu juga sudah mempraktekkan stand up comedy. Tapi mungkin karena materinya terkesan "berat" dengan komposisi jokes yang tidak seimbang serta penempatan audiens tidak egaliter yang membuat penampilan pak ustadz tidak banyak mendapat apresiasi dimata masyarakat terutama kaum muda *pelajar*. Apa mau dikata,  masyarakat terutama kaum muda *pelajar* kita masih belum bisa diajak berpikir yang "berat-berat".

0 komentar:

Posting Komentar