• Oleh-Oleh dari Nurul Ashri : Siapa yang dikehendaki-Nya


    Setelah sekian lama tidak menyempatkan diri menghadiri majelis ilmu ini, kemarin senin, Alhamdulillah, Allah memberi kelapangan untuk kembali duduk diantara puluhan jama’ah lainnya.

    Aku sepenuhnya menyadari, bahwa ternyata, untuk bisa hadir rutin di sebuah majelis ilmu, tidak bisa mengandalkan manajemen waktu a la manusia saja, namun harus didukung dengan kuatnya doa dan memohon kepada Allah agar dilapangkan hati dan segala urusan sehingga ringan kaki melangkah.

    Rindu. Rindu dengan suara merdu Ustadz Syatori. Suara yang bahkan bisa menggambarkan betapa tenang hatinya. Betapa kuat ma’nawiyahnya. Suara yang mantab menjelaskan setiap detail tafsir Qur’an yang beliau bawakan. Suara yang penuh ilmu dan kebijaksanaan.

    Rindu. Rindu dengan ramainya jama’ah. Tidak hanya akhwat seumuran kuliahan, namun juga ibu-ibu hingga nenek-nenek. Kalau yang jama’ah ikhwan, mungkin juga sama beragamnya.

    Rindu. Rindu dengan canda riang bersama teman-teman seusai kajian.

    Alhamdulillah kemarin senin, rindu itu terbayar sudah. Namun, bukan sesuatu yang istimewa jika rindu tak cepat datang lagi walau sudah terbayar pada satu kesempatan. Ya, rindu yang menyisakan rindu. Untuk segera senin lagi, dan lagi. Semoga Allah menyampaikanku pada senin itu, dan senin berikutnya. Dalam kelapangan, dan keringanan hati. Dalam lurusnya niat.

    Senin kemarin, masih sama dengan senin-senin yang lalu. Membahas, masih, Tafsir Qur’an Surah An Nur. Kali ini membahas sepenggal ayat 46.

    Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. Dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (An Nur 46)

    “…siapa yang dikehendaki-Nya” itulah bahasan kala sore yang hikmat kemarin.

    Ini tentang hidayah, cahaya, petunjuk, yang seringkali dijadikan alasan bagi manusia untuk melakukan atau tidak melakukan perintah Allah.

    Misalkan, “aku tau muslimah wajib berjilbab, tapi Allah belum kasih hidayah…”. Benarkan hidayah itu ditunggu? Benarkan hidayah itu belum datang?

    Tidak! Ternyata, hidayah itu sudah dari dahulu datang. Aturan dan perintah Allah adalah hidayah. Namun, hati-hati kitalah yang tak siap dengan kedatangannya.

    Lalu, bagaimana caranya agar, Allah memilih kita, menjadi manusia yang diberikan pandangan luas (ulil abshor) sehingga mampu menangkap hidayah?

    Untuk jadi yang terpilih, tentu tidak bisa menunggu. Harus mengupayakan. Berusaha proaktif. Bukankah jika kita mendekat kepada Allah dengan berjalan maka Allah akan mendekat kepada kita dengan berlari?

    Untuk jadi yang terpilih pertama.
    Doa!
    Doa adalah senjata ampuh disetiap suasana. Tidak ada yang tidak bisa berdoa. Semua pasti bisa berdoa.
    Ada banyak doa agar Allah menyampaikan hidayah kepada kita. Memberi kita kemampuan menangkap dan menjaganya.

    Dikesempatan sore kemarin, Ustadz Syatori memberikan satu doa khusus yang bisa kita rutinkan sebagai upaya untuk menjemput hidayah Allah.

    “Ya Allah…berilah kekuatan kepada kami, untuk menyambut kehadiran cahaya-Mu. Dengan genggaman yang erat dan tak kan kami lepas, pun hingga ajal datang menjemput kami.”

    Mengapa doanya meminta agar diberi kekuatan?

    Hey, hidayah itu tidak mudah! Contoh sederhananya, lebih mudah mana, menjaga hafalan Qur’an kita dengan menambah hafalan baru? Lebih mudah mana, menghafal kembali sesuatu yang dulu pernah dihafal, dengan menghafal sesuatu yang benar-benar baru? Sesuatu yang lebih dahulu datang, lebih sulit untuk menjaganya daripada bersiap menjemput yang baru. Itulah mengapa dibutuhkan kekuatan. Dan tiada yang lebih kuat, tempat kita minta dikuatkan, selain Allah.

    Untuk jadi yang terpilih kedua.
    Lalu, luaskan doa itu dalam keseluruhan hidup kita. Bagaimana caranya?
    Mudah.
    Penuhi perintah pertama yang Allah turunkan. Iqro’. Membaca!
    Ada 2 obyek iqro’ : Ayat Qauliyah dan Ayat Qauniyah.

    Apa itu ayat qauliyah dan ayat qauniyah?

    Sejak sekolah dasar dulu, dalam pelajaran agama Islam, kita dapati definisi bahwa ayat qauliyah adalah ayat-ayat yang Allah turunkan dalam Al Qur’an dan didukung dalam Al Hadits. Sedangkan ayat qauniyah adalah peristiwa alam yang terhampar dikehidupan ini untuk kita pahami.

    Membahas ayat qauliyah dan ayat qauniyah, membawa ingatan kita pada Surah Ar Rahman ayat 7 dan 10.

    Ayat 7, “Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan)”

    Ayat 10, “Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya)”

    Dua ayat itu menegaskan bahwa dalam tata kehidupan ini, ada langit yang tinggi dan ada bumi yang rata untuk tempat tinggal makhluk-Nya.

    Langit yang tinggi, menggambarkan ayat-ayat qauliyah.
    Bumi yang rata dan terhampar, menggambarkan ayat-ayat qauniyah.

    Apa yang dapat kita baca dari peristiwa langit dan bumi?

    Pernahkah terpikir, adakah masyarakat di langit?
    Ada! Ada Allah dan para malaikat.
    Lalu, apa nilai para penghuni langit?
    Untuk malaikat, Cuma ada satu nilai. BAIK. Malaikat tidak pernah maksiat dan selalu tunduk pada perintah Allah. Tidak ada nilai keburukan disana. Jadi di langit hanya ada satu nilai, BAIK.
    Yang tidak baik kemana? Dipecat! Lihat saja bagaimana Iblis dipecat karena kedengkiannya pada penciptaan manusia. Bagaimana Adam diturunkan di bumi karena melanggar larangan Allah.

    Kemudian, tentang bumi.

    Siapakah manusia bumi? Ya kita ini, manusia beserta makhluk lainnya.
    Apa nilai bagi makhluk bumi? Tentu tidak hanya BAIK. Banyak sekali manusia yang maksiat. Tidak tunduk pada perintah Allah. BURUK.

    Jadi, manusia itu makhluk bumi yang nilainya bisa baik dan bisa buruk ya? IYA!
    Namun, teruslah berusaha, dengan membaca ayat-ayat qauliyah dan ayat-ayat qauniyah untuk menjadi makhluk bumi yang memiliki nilai-nilai langit, kebaikan.

    Mengapa harus hidup dengan nilai langit?

    Ada 3 kemungkinan:
    Pertama, suatu saat kita akan menjadi bagian dari masyarakat langit. Kita akan kembali ke langit karena sejatinya hidup di bumi ini hanya seperti perantau saja.
    Kedua, kita harus mengupayakan agar kita kelak diterima oleh masyarakat langit dan dapat menjadi bagian dari mereka.
    Ketiga, hidup dengan nilai langit, membuat kita diterima oleh makhluk bumi yang lain.

    3 kemungkinan ini tidak sesederhana itu. Dan Ustadz Syatori berjanji, insya Allah akan meneruskan pembahasannya di pekan depan.

    Pointnya adalah, hidayah itu tidak bisa ditunggu dengan berdiam diri. Hidayah harus dicari. Memantaskan diri agar Allah pilih. Berdoa dan banyak membaca. Membaca dengan kelapangan hati dan keluasan pikir, sehingga didapati pemaknaan yang mendalam.

    Wallahu a’lam bishowab

0 komentar:

Posting Komentar