Setelah sekian lama tidak menyempatkan diri
menghadiri majelis ilmu ini, kemarin senin, Alhamdulillah, Allah memberi kelapangan
untuk kembali duduk diantara puluhan jama’ah lainnya.
Aku sepenuhnya menyadari, bahwa ternyata, untuk bisa
hadir rutin di sebuah majelis ilmu, tidak bisa mengandalkan manajemen waktu a
la manusia saja, namun harus didukung dengan kuatnya doa dan memohon kepada
Allah agar dilapangkan hati dan segala urusan sehingga ringan kaki melangkah.
Rindu. Rindu dengan suara merdu Ustadz Syatori.
Suara yang bahkan bisa menggambarkan betapa tenang hatinya. Betapa kuat ma’nawiyahnya.
Suara yang mantab menjelaskan setiap detail tafsir Qur’an yang beliau bawakan. Suara
yang penuh ilmu dan kebijaksanaan.
Rindu. Rindu dengan ramainya jama’ah. Tidak hanya
akhwat seumuran kuliahan, namun juga ibu-ibu hingga nenek-nenek. Kalau yang jama’ah
ikhwan, mungkin juga sama beragamnya.
Rindu. Rindu dengan canda riang bersama teman-teman
seusai kajian.
Alhamdulillah kemarin senin, rindu itu terbayar
sudah. Namun, bukan sesuatu yang istimewa jika rindu tak cepat datang lagi walau
sudah terbayar pada satu kesempatan. Ya, rindu yang menyisakan rindu. Untuk segera
senin lagi, dan lagi. Semoga Allah menyampaikanku pada senin itu, dan senin
berikutnya. Dalam kelapangan, dan keringanan hati. Dalam lurusnya niat.
Senin kemarin, masih sama dengan senin-senin yang
lalu. Membahas, masih, Tafsir Qur’an Surah An Nur. Kali ini membahas sepenggal
ayat 46.
Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang
menjelaskan. Dan Allah memimpin siapa
yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (An Nur 46)
“…siapa yang dikehendaki-Nya” itulah bahasan kala
sore yang hikmat kemarin.
Ini tentang hidayah, cahaya, petunjuk, yang
seringkali dijadikan alasan bagi manusia untuk melakukan atau tidak melakukan
perintah Allah.
Misalkan, “aku tau muslimah wajib berjilbab, tapi
Allah belum kasih hidayah…”. Benarkan hidayah itu ditunggu? Benarkan hidayah
itu belum datang?
Tidak! Ternyata, hidayah itu sudah dari dahulu
datang. Aturan dan perintah Allah adalah hidayah. Namun, hati-hati kitalah yang
tak siap dengan kedatangannya.
Lalu, bagaimana caranya agar, Allah memilih kita,
menjadi manusia yang diberikan pandangan luas (ulil abshor) sehingga mampu
menangkap hidayah?
Untuk jadi yang terpilih, tentu tidak bisa menunggu.
Harus mengupayakan. Berusaha proaktif. Bukankah jika kita mendekat kepada Allah
dengan berjalan maka Allah akan mendekat kepada kita dengan berlari?
Untuk jadi yang terpilih pertama.
Doa!
Doa adalah senjata ampuh disetiap suasana. Tidak ada
yang tidak bisa berdoa. Semua pasti bisa berdoa.
Ada banyak doa agar Allah menyampaikan hidayah
kepada kita. Memberi kita kemampuan menangkap dan menjaganya.
Dikesempatan sore kemarin, Ustadz Syatori memberikan
satu doa khusus yang bisa kita rutinkan sebagai upaya untuk menjemput hidayah
Allah.
“Ya Allah…berilah kekuatan kepada kami, untuk
menyambut kehadiran cahaya-Mu. Dengan genggaman yang erat dan tak kan kami
lepas, pun hingga ajal datang menjemput kami.”
Mengapa doanya meminta agar diberi kekuatan?
Hey, hidayah itu tidak mudah! Contoh sederhananya,
lebih mudah mana, menjaga hafalan Qur’an kita dengan menambah hafalan baru?
Lebih mudah mana, menghafal kembali sesuatu yang dulu pernah dihafal, dengan
menghafal sesuatu yang benar-benar baru? Sesuatu yang lebih dahulu datang,
lebih sulit untuk menjaganya daripada bersiap menjemput yang baru. Itulah
mengapa dibutuhkan kekuatan. Dan tiada yang lebih kuat, tempat kita minta
dikuatkan, selain Allah.
Untuk jadi yang terpilih kedua.
Lalu, luaskan doa itu dalam keseluruhan hidup kita.
Bagaimana caranya?
Mudah.
Penuhi perintah pertama yang Allah turunkan. Iqro’.
Membaca!
Ada 2 obyek iqro’ : Ayat Qauliyah dan Ayat Qauniyah.
Apa itu ayat qauliyah dan ayat qauniyah?
Sejak sekolah dasar dulu, dalam pelajaran agama
Islam, kita dapati definisi bahwa ayat qauliyah adalah ayat-ayat yang Allah
turunkan dalam Al Qur’an dan didukung dalam Al Hadits. Sedangkan ayat qauniyah
adalah peristiwa alam yang terhampar dikehidupan ini untuk kita pahami.
Membahas ayat qauliyah dan ayat qauniyah, membawa
ingatan kita pada Surah Ar Rahman ayat 7 dan 10.
Ayat 7, “Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia
meletakkan neraca (keadilan)”
Ayat 10, “Dan Allah telah meratakan bumi untuk
makhluk(Nya)”
Dua ayat itu menegaskan bahwa dalam tata kehidupan
ini, ada langit yang tinggi dan ada bumi yang rata untuk tempat tinggal
makhluk-Nya.
Langit yang tinggi, menggambarkan ayat-ayat
qauliyah.
Bumi yang rata dan terhampar, menggambarkan
ayat-ayat qauniyah.
Apa yang dapat kita baca dari peristiwa langit dan
bumi?
Pernahkah terpikir, adakah masyarakat di langit?
Ada! Ada Allah dan para malaikat.
Lalu, apa nilai para penghuni langit?
Untuk malaikat, Cuma ada satu nilai. BAIK. Malaikat
tidak pernah maksiat dan selalu tunduk pada perintah Allah. Tidak ada nilai keburukan
disana. Jadi di langit hanya ada satu nilai, BAIK.
Yang tidak baik kemana? Dipecat! Lihat saja
bagaimana Iblis dipecat karena kedengkiannya pada penciptaan manusia. Bagaimana
Adam diturunkan di bumi karena melanggar larangan Allah.
Kemudian, tentang bumi.
Siapakah manusia bumi? Ya kita ini, manusia beserta
makhluk lainnya.
Apa nilai bagi makhluk bumi? Tentu tidak hanya BAIK.
Banyak sekali manusia yang maksiat. Tidak tunduk pada perintah Allah. BURUK.
Jadi, manusia itu makhluk bumi yang nilainya bisa
baik dan bisa buruk ya? IYA!
Namun, teruslah berusaha, dengan membaca ayat-ayat
qauliyah dan ayat-ayat qauniyah untuk menjadi makhluk bumi yang memiliki
nilai-nilai langit, kebaikan.
Mengapa harus hidup dengan nilai langit?
Ada 3 kemungkinan:
Pertama, suatu saat kita akan menjadi bagian dari
masyarakat langit. Kita akan kembali ke langit karena sejatinya hidup di bumi
ini hanya seperti perantau saja.
Kedua, kita harus mengupayakan agar kita kelak
diterima oleh masyarakat langit dan dapat menjadi bagian dari mereka.
Ketiga, hidup dengan nilai langit, membuat kita
diterima oleh makhluk bumi yang lain.
3 kemungkinan ini tidak sesederhana itu. Dan Ustadz
Syatori berjanji, insya Allah akan meneruskan pembahasannya di pekan depan.
Pointnya adalah, hidayah itu tidak bisa ditunggu
dengan berdiam diri. Hidayah harus dicari. Memantaskan diri agar Allah pilih.
Berdoa dan banyak membaca. Membaca dengan kelapangan hati dan keluasan pikir,
sehingga didapati pemaknaan yang mendalam.
Wallahu a’lam bishowab
0 komentar: